Saturday, May 27, 2017

Kekejaman Belanda di Gayo Lues

Kekejaman Belanda di Gayo Lues
Kekejaman Belanda di Gayo Lues dan Tanah Alas sungguh luar biasa, lain dari kekejaman mereka di daerah lain.
Bila diteliti ada beberapa faktor penyebab antara lain, sebagai berikut :
a. Gubernur Sipil dan Militer Aceh, secara rutin setiap tahun mengeluarkan bulletin, kumpulan kegiatan setiap bulan selama 12 bulan. Dari sekian bulletin yang terbaca, adalah Buletin tahun 1907 yang paling penting untuk diulas. Rupanya Pucuk Pimpinan Militer di Aceh menghendaki agar sebelum bulan Agustus tahun 1904 seluruh daerah Aceh dapat ditaklukkan. Seperti diketahui sampai akhir 1903 daerah yang belum takluk kepada Belanda di daerah Aceh tinggal Gayo Lues dan Tanah Alas. Kehendak ini disampaikan ke Batavia, kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Gubernur Jenderal pun bersetuju dengan batas waktu sebelum Agustus 1904, dengan maksud agar kabar gembira ini dipersembahkan kepada Ratu Belanda, sebagai kado, suatu keberhasilan Belanda mengalahkan Aceh, bangsa yang sangat perkasa melawan Belanda di seluruh Hindia Belanda. Van Heutsz dan pimpinan Militer Belanda di Kutaraja sangat gembira menyambut persetujuan Gubernur Jenderal ini. Gubernur Jenderal sendiri, di satu pihak dan Gubernur Sipil Militer Aceh dan Van Daalen di pihak lain membuat suatu MoU, pemufakatan, kalau Aceh dapat ditaklukkan sebelum Agustus 1904, maka Gubernur Jenderal dipromosikan menjadi Menteri Jajahan, Van Heutsz diusulkan promosi ke Batavia sebagai Gubernur Jenderal dan Van Daalen diusulkan promosi menjadi Gubernur Sipil Militer Aceh, dan sebaliknya jika gagal, maka Van Heutsz dan Van Daalen harus masuk kotak, pulang kampung.
Cita-cita ketiga anak manusia ini tercapai pada bulan Juli 1904 kedua daerah Gayo Lues dan Tanah Alas takluk, berarti seluruh Aceh telah takluk. Pada bulan Agustus 1904 Gubernur Jenderal Hindia Belanda menyerahkan kado ini kepada Ratu Belanda pada perayaan Ulang Tahun ratu yang diperingati setiap bulan Agustus.
Tidak berapa lama kemudian Gubernur Jenderal diangkat menjadi Menteri Jajahan. Van Heutsz diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia dan Van Daalen diangkat menjadi Gubernur Sipil Militer Aceh di Kutaraja. Pucuk dicinta ulam tiba kata mereka.
b. Untuk mewujudkan cita-cita Gubernur Jenderal dan Gubernur Sipil Militer tersebut diatas Van Heutsz selaku Gubernur Sipil Militer Aceh, secara selektif harus memiliki perwira Belanda yang akan menjalani tugas yang maha penting tersebut, sebab kalau gagal, jabatan dan harga diri taruhannya. Setelah dipertimbangkan dengan secara seksama, dari sekian perwira yang berdedikasi tinggi akhirnya pilihan jatuh ke tangan Van Daalen. Kepada Van Daalen diberi tugas untuk menaklukkan Gayo Lues dan Tanah Alas sebelum bulan Agustus 1904, dan kalau gagal pangkat akan diturunkan dan dipulangkan/pindah. Van Daalen menyanggupi syarat ini. Kalau sudah demikian, pertimbangan akal sehat hilang dan pelanggaran HAM akan dikesampingkan.
c. Perjalanan pasukan Van Daalen melalui hutan belantara sangat-sangat menguras tenaga, pikiran dan pertimbangan kemanusiaan. Tugas mereka mengalahkan Gayo Lues dan Tanah Alas harus tercapai, karena itu di dalam prakteknya nanti segala penderitaan di perjalanan ini akan dilampiaskan kepada musuh yang dihadapi kelak. Tujuan ini menghalalkan segala cara.

d. Pada tanggal 27 September 1901, berangkatlah pasukan Belanda di bawah pimpinan Mayor Van Daalen dari Aceh Utara dengan tujuan Gayo Lues. Sesampai di Takengon Van Daalen mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat yang sudah menyerah kepada Belanda. Van Daalen mengorek informasi dari tokoh-tokoh ini tentang Gayo Lues, mengenai jumlah penduduknya, jumlah kampung, kampung yang besar, kampung yang kecil, benteng pertahanan, jalan menuju ke sana dan sebagainya. Didapat informasi bahwa jalan ke Gayo Lues yang biasa dilalui adalah dari arah Takengon – Isaq – Waq – Lumut – Ise-Ise – Tembolon, lalu melewati Bukit Barisan menuju Gayo Lues. Tidak ada jalan lain, terkecuali lewat hutan belantara dari arah Jagong – Perok – Terangun. Jalan yang disebut terakhir ini sangat sukar dan jarang dilalui oleh manusia. Mendapat informasi ini lalu Van Daalen memerintahkan Kapten Colijn dibantu oleh Letnan G. J. H Van Steyn Van Hensbroek menerobos Gayo Lues. Rupanya tokoh masyarakat Takengon membocorkan rahasia ini dan secepat kilat memerintahkan utusan ke Gayo Lues supaya menunggu pasukan Belanda di Burni Tembolon, Burni Intim-Intim, dan Rerorohan. Kapten Colijn melangkahkan kaki menuju Gayo Lues, dengan pasukan besar dan bersenjata lengkap. Perjalanan dari Takengon sampai ke Ise-Ise boleh dikatakan aman-aman saja, tidak ada perlawanan yang berarti dari rakyat setempat, namun ketika memasuki daerah Tembolon, pasukan Colijn telah disambut dengan tembakan pejuang. Colijn tak gentar dan maju terus. Di tengah perjalanan menuju puncak gunung pasukan Colijn disambut dengan senjata pejuang yang tak disangka-sangka Colijn yaitu batu-batu besar, batang kayu besar, bergemuruh dari atas gunung. Pasukan Colijn yang kalang kabut, lalu diserbu pejuang. Terjadi perang tanding, pedang lawan pedang. Bedil, sudah hampir tidak dapat digunakan. Letnan Hensbroek dan 8 opsir beserta 45 serdadu mati. Colijn kembali ke Takengon melapor kepada Van Daalen. Van Daalen murka bukan kepalang dan menuding Kapten Colijn goblok dan pengecut, dan memerintahkan pasukan kembali ke Kutaraja melalui Beutong Aceh Barat.
Kekalahan Van Daalen ini tersiar luas di Kutaraja. Pucuk pimpinan militer Belanda di Kutaraja sangat murka dan malu, dan selama ini musuh-musuh Van Daalen sesama perwira semakin bergembira dan mengejek Van Daalen. Van Daalen semakin mengurung diri, malu menampakkan diri sebab asal kelihatan pasti diejek secara terang-terangan oleh sesama perwira.
“ADA KAWAN KITA, PANGKAT TINGGI, BADAN BESAR, WAJAH LUMAYAN GANTENG, PENAMPILAN MEMUKAU, SALAHNYA KALAH SAMA ORANG UTAN”
”APA GUNA WAJAH GANTENG, PANGKAT TINGGI, GAJI BESAR, KEDUDUKAN MENGGIURKAN, TAPI SALAHNYA PENGECUT”
Dan ketika diadakan jamuan makan akhir bulan di kantin khusus perwira, pernah ada spanduk terpasang di pintu dengan bunyi “PERWIRA YANG DIKALAHKAN OLEH ORANG UTAN DILARANG MASUK”
Bukan main sakit hati Van Daalen dan karena itu berkali-kali dia minta agar dia ditugaskan lagi mengalahkan Gayo Lues. Akhirnya luluh juga hati Van Heutsz selaku pucuk pimpinan militer di Aceh untuk mengabulkan permohonan Van Daalen ini. Dalam keadaan hati panas inilah Van Daalen berangkat ke Gayo Lues (catatan tersebut di atas dibuat oleh Kapten H. Colijn yang ditulis dalam bulletin akhir tahun 1902, dengan judul JEJAK LANGKAH TUAN BESAR (Van Daalen))
Dari uraian diatas kita baru faham, mengapa begitu gencarnya serangan, kritikan, caci maki terhadap Van Daalen, terhadap Van Heutsz, terhadap Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yang dilancarkan oleh pers, oleh Parlemen Belanda, oleh dunia luar, namun ketiga orang ini seperti tidak tergoyahkan sama sekali. Mengapa usulan, resolusi dan sebangsanya yang ditujukan kepada Van Heutsz agar memecat Van Daalen tidak dihiraukan sama sekali, mengapa usulan yang ditujukan kepada Gubernur Jenderal agar memecat Van Heutsz dianggap angin lalu. Rupanya mereka setali tiga uang, sudah bersekongkol, sudah ada MoU di antara ketiganya. Benar sejak usulan, resolusi, caci maki terhadap mereka, mereka anggap anjing menggonggong kafilah berlalu. Kita mau bilang apa lagi. Ini kenyataan, yang penting kita sudah faham.

Friday, May 5, 2017

Kejurun; Asosiasi Masyarakat Gayo Berdasarkan Keturunan

Kejurun; Asosiasi Masyarakat Gayo Berdasarkan Keturunan
Di daerah Aceh Gayo telah berdiri asosiasi sosial yang bernama kejurun. Kejurun, adalah sebuah terminologi atau sebutan nama untuk daerah di daerah Gayo, yang memiliki wilayah-wilayah tertentu yang terdiri dari empat desa tradisional Gayo. Selain masyarakat Gayo, istilah ini juga digunakan oleh Masyarakat Alas, kesultanan-kesultanan Melayu di Sumatera Timur, dan masyarakat Karo.

Di daerah Aceh Gayo terdapat 8 daerah kejurun, yaitu 6 kejurun di daerah tanah Gayo dan 2 kejurun di daerah Tanah Alas. Di daerah Gayo lebih dahulu berdiri 4 kejurun yaitu: Kejurun Bukit yang mula-mula berkedudukan di Bebesan, kemudian dipindahkan ke kebayakan yang tidak jauh dari Bebesan. Selanjutnya terbentuk kejurun Linge yang berkedudukan di daerah Gayo Linge. Kejurun Siah Utama yang berkedudukan di kampung Nosar di pinggir Danau Laut Tawar; dan berdiri kejurun Petiamang yang berkedudukan di Gayo Lues.
Lama kemudian setelah berdirinya keempat kejurun di atas, baru berdiri pula kejurun kelima yaitu kejurun Bebesan yang berkedudukan di Bebesan di tempat kedudukan kejurun Bukit semula. Keenam berdiri kejurun Abuk di daerah Serbejadi. Di daerah Tanah Alas berdiri 2 kejurun yaitu kejurun Batu Mbulen yang berkedudukan di Batu Mbulen dan kejurun Bambel yang berkedudukan di Bambel.
Keempat kejurun di daerah Gayo Laut, Gayo Linge, dan Gayo Lues yaitu kejurun Bukit, kejurun Linge, kejurun Siah Utama dan kejurun Patiamang mendapatkan pengesahan dari Sultan Aceh. Demikian juga halnya dengan 2 kejurun di Tanah Alas, kedua-duanya mendapat pengesahan dari Sultan Aceh, tetapi kejurun Bebesan dan kejurun Abuk tidak mendapatkan pengesahan dari Sultan Aceh.
Berdirinya kejurun Bebesan seperti yang diterangkan di atas, adalah akibat dari kedatangan orang-orang Batak Karo ke 27 ke Tanah Gayo. Antara kejurun Bukit dengan Batak Karo 27 terjadi suatu perselisihan, yang mengakibatkan terjadinya peperangan antara kedua belah pihak. Peperangan berakhir dengan kemenangan di pihak Batak 27 dan kekalahan kejurun Bukit. Dalam suatu perundingan damai, akhirnya kedudukan kejurun Bukit terpaksa dipindahkan dari Bebesan ke Kampung Kebayakan. Sedang di Bebesan didirikan Raja Cik Bebesan yang berkedudukan di Bebesan yang dipimpin oleh Lebe Kader yaitu pemimpin pasukan Batak Karo 27, yang menguasai daerah-daerah sekitarnya, dan membagi dua daerah kejurun Bukit. Setengah untuk kejurun Bukit dan separuh untuk Raja Cik (penghulu) Bebesan. Raja Cik Bebesan inilah yang kemudian berkembang dan menjadi Kejurun Bebesan sampai kedatangan Belanda tahun 1904 (M.H. Gayo 1990:25).
Menurut cerita orang-orang Gayo dahulu, kelompok Cik berasal dari orang-orang Batak Tapanuli. Orang-orang Batak Tapanuli ini lebih popular disebut dengan Batak ke 27 seperti asal-usul orang-orang dari kampung Bebesan (Melalatoa, 1971:92). Pada waktu yang lampau mereka berasal usul dari 27 orang Batak Tapanuli yang datang ke Aceh Tengah.
Menurut cerita, orang-orang Batak Tapanuli ini kebanyakan dahulu bertempat tinggal dikampung yang sekarang disebut Bebesan. Karena kedatangan Batak Tapanuli ini ke kampung Bebesan, maka orang-orang Kebayakan kemudian mengungsi dari kampung Kebayakan. Orang-orang Batak Tapanuli ke 27 ini sebagian menikmati tinggal di kampung Kebayakan tadi, yang kemudian mereka menetap di Kampung Bebesan.
Selanjutnya orang-orang Bukit yang berasal dari orang-orang pantai Utara Aceh, seperti orang-orang dari kampung Kebayakan tadi. Menurut Melalatoa, orang-orang kampung Bebesan dan orang-orang kampung Kebayakan mempunyai asal-usul yang sama. Karena kedua-duanya masih mengenal Belah atau Klen, walaupun demikian nama-nama belah atau Klen itu tidaklah sama. Karena Belah merupakan Klen besar dari pengaruh perkembangan Sedere. Diantara mereka masih merasa dirinya mempunyai satu keturunan yang sama, satu masa lampau yang sama, dan satu sistem sosial yang sama pula.
Jika diperhatikan dari segi perbedaan adat istiadat, maka akan tampak pula pada segi keseniannya, seperti kesenian Didong dan Pacuan Kudanya yang diselenggarakan hampir setiap tahun, yang pada umumnya bertepatan dengan bulan Agustus untuk merayakan hari ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Pertandingan Didong dan Pacuan Kuda ini baru dianggap meriah apabila sudah berhadapan antara kesebelahan Cik yang diwakili oleh kampung Bebesan dengan kesebelasan kampung Bukit yang diwakili oleh kampung Kebayakan.
Dengan adanya asal-usul yang berbeda antara Cik dan Bukit, maka dapat diperkirakan bahwa etnik Gayo berasal dari kedua asal-usul tadi, yaitu dari Batak Tapanuli dan dari Pesisir Aceh bagian Utara. Dalam waktu yang cukup lama migrasi lokal antara kelompok Cik dan Bukit berlangsung secara Evolutif. Demikian juga dalam perkawinan campuran antara keduanya sering kali terjadi. Seiring dengan hal tersebut, maka akulturasi di bidang adat-istiadat dan kehidupan sosial ekonominya mempunyai pola yang sama pada masyarakat Gayo di Aceh Tengah, walaupun di sana-sini masih terdapat perbedaan.

Sumber Rujukan
Ical. 2009. Sejarah Gayo Lues. http://ical88.multiply.com/?&show_interstitial=1&u=
Lidahtinta. 2009. Keragaman dan Kekayaan Etnis Alas. http://lidahtinta.wordpress.com/2009/07/28/keragaman-dan-kekayaan-etnis-alas/
Rusdi Sufi dkk. 1998. Keanekaragaman Suku dan Budaya di Aceh. Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.
Zulfikar Arma. 2009. Struktur Pemerintahan Raja Gayo Lues Pra-Penjajahan Belanda.

Monday, May 1, 2017

Dimus Srikandi Berjiwa Singa

Dimus Srikandi Berjiwa Singa
Dimus Srikandi Berjiwa Singa
Belanda pada dasarnya berkehendak agar pejuang Gayo yang berada di setiap benteng dapat dan mau menyerah secara baik-baik, untuk menghindari jatuhnya korban. Untuk mencapai tujuan ini dipakai tangan orang ketiga, baik kejurun, pemuka agama, reje yang sudah menyerah dan lain-lain. Juga taktik menakuti pejuang yang belum menyerah dengan memberi contoh-contoh tindakan Belanda atas benteng pejuang yang telah kalah.
Setelah benteng Penosan jatuh ke tangan Belanda pada tanggal 11 Mei 1904, Van Daalen mengirim surat kepada pejuang Tampeng, agar menyerah. Surat ini diantar oleh kurir yang pandai tulis baca, dan ahli dalam diplomasi. Kurir meminta agar pejuang Tampeng menyerah saja.
Kurir : “Kati nti naeh deletu jema mate, harta hancur, kampung hancur, kune perahanme ike kite bersebet padih urum pake si gehni. Ku rasa dele manfaat’e ari mudarat’e. Engonkam Pasir, hancur, Gemunyang si kuet royo, Durin, lumet, Badak nlangak, Rikit Gaib meh, Penosan hangus. Nti kase kampung te nipeh lebih ari oya. Sayang rakyatte”.
Pejuang : “Seber kam, osah ku kami waktu, wasni 2 atau 3 lo ni kami osah keber ku kam. Geh mien kam kini, kati betih hasil’e kase”.
Kurir : “Jeroh-jeroh, wasni 3 lo ni kami geh mien”.
Terjemahan :
Kurir : “Agar supaya jangan lagi banyak jatuh korban, harta hancur, kampung hancur, bagaimana perasaan bapak-bapak kalau kita bersahabat saja dengan pendatang ini. Saya pikir lebih banyak mudaratnya. Coba bapak lihat Pasir hancur, Gemuyang kalah, Durin kalah, Badak kalah, Rikit Gaib kalah, Penosan kalah. Jangan nanti kampung kita inipun lebih hancur lagi. Sayang rakyat”.
Pejuang : “Sabar bapak, kasih kesempatan kepada kami dalam 2 a 3 hari ini baru kami beri kabar. Datang lagi bapak kemari supaya tahu bagaimana hasilnya”.
Kurir : “Baiklah kalau begitu dalam 2 a 3 hari ini kami datang”.
Pada malam harinya, pejuang benteng Tampeng, mengadakan rapat di atas mersah Tampeng di bawah pimpinan Reje Cik Tampeng, dihadiri oleh para panglime, antara lain yang dari luar kampung Aman Linting, Aman Jata, Abdussamad Kejurun Bambel, Tanah Alas dan Kurir Belanda sendiri. Acara rapat yang utama adalah membahas ultimatum Van Daalen. Dalam pembahasan ini forum terbagi dua, ada yang berkeras perang dan lebih banyak berdamai dengan Belanda. Tidak ada titik temu, masing-masing mempertahankan argumennya. Bukan lagi rapat, tapi sudah mengarah ke pertengkaran, pecah kongsi, dan hampir saja pedang ikut berbicara. Suasana di atas mersah panas, sedangkan suasana di bawah mersah yang dihuni oleh perempuan dan anak-anak mencekam. Mereka, kaum ibu, memperhatikan, pembicaraan kaum bapak, secara cermat dan sebagian dari ibu yang berjiwa panglima sangat menyesalkan pertengkaran kaum bapak yang dianggap menghabiskan tenaga saja.
Pada saat itulah ada seorang ibu yang bernama Dimus bernyanyi, bersendung, untuk mengajak anaknya agar cepat tidur. Dalam senandung beliau berharap agar anaknya cepat tidur, dan mengharap kepada anaknya agar mengizinkan ibunya bersabung dengan Belanda, dan kalau anaknya ingin “nyusu” mintalah kepada ayahnya si pengecut, kalau kelak ibunya gugur.

Senandung Dimus kira-kira demikian :
- La ilah haillallaa, Muhammadur Rasul Allah,
- Anakku mutuah, anakku sibebahagie
- Nti naeh mongot berkolak awah
- Inemu male betengkah urum Belene

- Ateni amanmu nge dabuh gunah
- Nge nerah langkah nsangka ku uten rime
- Kedelen’e jema rawan nge nyarungni lopah
- Gere naeh ara ken panglime

- Ike inemu mate, ko gere dalih mongot bersebuku
- Ike ko nlape ku amamu ko niro susu
- ike ko kul, ko torah nuntut ilmu
- Kati nguk mbelaku, nti ngeson lagu amamu

- Anakku nomeni renye nome, aku male nremes luju
- Luju ken alatku anakku urum Belene bejalu
- Aku gere terih aku gere takut anakku
- Ume garang pelulut ini inemu

- Oi jema rawan urang Tampeng
- Ke ngon kam gotol-gotol gere rengkeng
- Belene male geh nguk kam terih
- Reje Alas nge geh mbantu kite kunulle gere tak lah tapi tak iwih

- Ooooi………….. hu………..hu……….hu……….hu

Terjemahan :

- La ilah haillallaa, Muhammadur Rasul Allah,
- Anakku bertuah, anakku yang berbahagia
- Jangan lagi kau kuat-kuat menangis
- Ibumu mau bersabung dengan Belanda

- Hati bapakmu sudah gundah
- Sudah mencari langkah, lari ke hutan rimba
- Kebanyakan orang laki sudah menyarung pisau
- Tak ada lagi berjiwa panglima

- Kalau ibumu sahid, jangan engkau bersedu sedan
- Kalau kau lapar, minta susu kepada bapakmu
- Kalau kau sudah besar, tuntutlah ilmu
- Biar dapat kau membantu ibu, jangan penakut seperti bapakmu

- Tidurlah tidur anakku, ibumu mau mengasah pedang
- Untuk alatku berlaga dengan Belanda
- Ibu tak gentar, tak takut anakku
- Bukan bapak penakut ini ibumu

- Oi pahlawan Tampeng
- Kulihat kalian gemuk-gemuk, tidak kurus
- Belanda datang, kok kalian takut
- Raja Alas datang membantu kita

- Ooooi………….. hu………..hu……….hu……….hu
Rupanya jangin Dimus ini didengar oleh pejuang di atas mersah, mereka terdiam seluruhnya. Ketika itulah Dimus naik ke mersah memarahi para pejuang.
“Ooooiii ………he he he para panglime si gagah berani, Belene geh, kam takut, garang pelulut, jegekam anakni kami, osan luju mea ku kami jema benen, kati engonkam kami bersabung urum ‘kafir’ Belene. Kam gere kemel ken Reje Alas si geh mbantu kite. Besilo peri singket, sahan si mera dame urum Belene, turun ari mersah ini, taring i atasni alat me, dan si milih perang, taring i mersah ini”.
Terjemahan :
“Ooooiii ………para panglima yang gagah berani. Belanda datang kalian takut, garang pelulut jaga anak kami ini, berikan alat kalian kepada kami kaum perempuan, supaya kalian lihat kami bersabung dengan Belanda. Kalian tak malu kepada Raja Alas yang jauh-jauh datang membantu kita. Siapa yang mau damai dengan Belanda turun dari mersah ini letakkan senjata dan yang memilih perang tinggal diatas mersah ini”
Mendengar “pidato” Dimus ini, serentak seluruh peserta rapat mengucap.
“Allahu Akbar, perang, Allahu Akbar, perang”
Sambil berpelukan dan menangis satu dengan yang lain pilihan telah bulat ……………. Perang.
KISAH Inen Mayak Tri dan Dimus srikandi berjiwa singa ditulis oleh Kapten HERMAN AGERBEEK, komandan Divisi I marsose Blangkejeren. Herman Agerbeek adalah seorang penulis yang sangat kreatif, bahkan Zentgraaff penulis buku ATJEH berani mengatakan bahwa karya Agerbeek melebihi karya penulis besar C S H.
Cerita ini terdapat pada catatan MEMORI AKHIR JABATAN tahun 1928 yang tersimpan rapi di PDIA Banda Aceh.
Tulisan tersebut disesuaikan dengan sudut pandang Indonesia oleh penulis.
Oleh: Drs. H.Salim Wahab

Saturday, April 29, 2017

Kejurun; Asosiasi Masyarakat Gayo Berdasarkan Keturunan

Kejurun; Asosiasi Masyarakat Gayo Berdasarkan Keturunan
Kejurun; Asosiasi Masyarakat Gayo Berdasarkan Keturunan
Di daerah Aceh Gayo telah berdiri asosiasi sosial yang bernama kejurun. Kejurun, adalah sebuah terminologi atau sebutan nama untuk daerah di daerah Gayo, yang memiliki wilayah-wilayah tertentu yang terdiri dari empat desa tradisional Gayo. Selain masyarakat Gayo, istilah ini juga digunakan oleh Masyarakat Alas, kesultanan-kesultanan Melayu di Sumatera Timur, dan masyarakat Karo.
Di daerah Aceh Gayo terdapat 8 daerah kejurun, yaitu 6 kejurun di daerah tanah Gayo dan 2 kejurun di daerah Tanah Alas. Di daerah Gayo lebih dahulu berdiri 4 kejurun yaitu: Kejurun Bukit yang mula-mula berkedudukan di Bebesan, kemudian dipindahkan ke kebayakan yang tidak jauh dari Bebesan. Selanjutnya terbentuk kejurun Linge yang berkedudukan di daerah Gayo Linge. Kejurun Siah Utama yang berkedudukan di kampung Nosar di pinggir Danau Laut Tawar; dan berdiri kejurun Petiamang yang berkedudukan di Gayo Lues.
Lama kemudian setelah berdirinya keempat kejurun di atas, baru berdiri pula kejurun kelima yaitu kejurun Bebesan yang berkedudukan di Bebesan di tempat kedudukan kejurun Bukit semula. Keenam berdiri kejurun Abuk di daerah Serbejadi. Di daerah Tanah Alas berdiri 2 kejurun yaitu kejurun Batu Mbulen yang berkedudukan di Batu Mbulen dan kejurun Bambel yang berkedudukan di Bambel.
Keempat kejurun di daerah Gayo Laut, Gayo Linge, dan Gayo Lues yaitu kejurun Bukit, kejurun Linge, kejurun Siah Utama dan kejurun Patiamang mendapatkan pengesahan dari Sultan Aceh. Demikian juga halnya dengan 2 kejurun di Tanah Alas, kedua-duanya mendapat pengesahan dari Sultan Aceh, tetapi kejurun Bebesan dan kejurun Abuk tidak mendapatkan pengesahan dari Sultan Aceh.
Berdirinya kejurun Bebesan seperti yang diterangkan di atas, adalah akibat dari kedatangan orang-orang Batak Karo ke 27 ke Tanah Gayo. Antara kejurun Bukit dengan Batak Karo 27 terjadi suatu perselisihan, yang mengakibatkan terjadinya peperangan antara kedua belah pihak. Peperangan berakhir dengan kemenangan di pihak Batak 27 dan kekalahan kejurun Bukit. Dalam suatu perundingan damai, akhirnya kedudukan kejurun Bukit terpaksa dipindahkan dari Bebesan ke Kampung Kebayakan. Sedang di Bebesan didirikan Raja Cik Bebesan yang berkedudukan di Bebesan yang dipimpin oleh Lebe Kader yaitu pemimpin pasukan Batak Karo 27, yang menguasai daerah-daerah sekitarnya, dan membagi dua daerah kejurun Bukit. Setengah untuk kejurun Bukit dan separuh untuk Raja Cik (penghulu) Bebesan. Raja Cik Bebesan inilah yang kemudian berkembang dan menjadi Kejurun Bebesan sampai kedatangan Belanda tahun 1904 (M.H. Gayo 1990:25).
Menurut cerita orang-orang Gayo dahulu, kelompok Cik berasal dari orang-orang Batak Tapanuli. Orang-orang Batak Tapanuli ini lebih popular disebut dengan Batak ke 27 seperti asal-usul orang-orang dari kampung Bebesan (Melalatoa, 1971:92). Pada waktu yang lampau mereka berasal usul dari 27 orang Batak Tapanuli yang datang ke Aceh Tengah.
Menurut cerita, orang-orang Batak Tapanuli ini kebanyakan dahulu bertempat tinggal dikampung yang sekarang disebut Bebesan. Karena kedatangan Batak Tapanuli ini ke kampung Bebesan, maka orang-orang Kebayakan kemudian mengungsi dari kampung Kebayakan. Orang-orang Batak Tapanuli ke 27 ini sebagian menikmati tinggal di kampung Kebayakan tadi, yang kemudian mereka menetap di Kampung Bebesan.
Selanjutnya orang-orang Bukit yang berasal dari orang-orang pantai Utara Aceh, seperti orang-orang dari kampung Kebayakan tadi. Menurut Melalatoa, orang-orang kampung Bebesan dan orang-orang kampung Kebayakan mempunyai asal-usul yang sama. Karena kedua-duanya masih mengenal Belah atau Klen, walaupun demikian nama-nama belah atau Klen itu tidaklah sama. Karena Belah merupakan Klen besar dari pengaruh perkembangan Sedere. Diantara mereka masih merasa dirinya mempunyai satu keturunan yang sama, satu masa lampau yang sama, dan satu sistem sosial yang sama pula.
Jika diperhatikan dari segi perbedaan adat istiadat, maka akan tampak pula pada segi keseniannya, seperti kesenian Didong dan Pacuan Kudanya yang diselenggarakan hampir setiap tahun, yang pada umumnya bertepatan dengan bulan Agustus untuk merayakan hari ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Pertandingan Didong dan Pacuan Kuda ini baru dianggap meriah apabila sudah berhadapan antara kesebelahan Cik yang diwakili oleh kampung Bebesan dengan kesebelasan kampung Bukit yang diwakili oleh kampung Kebayakan.
Dengan adanya asal-usul yang berbeda antara Cik dan Bukit, maka dapat diperkirakan bahwa etnik Gayo berasal dari kedua asal-usul tadi, yaitu dari Batak Tapanuli dan dari Pesisir Aceh bagian Utara. Dalam waktu yang cukup lama migrasi lokal antara kelompok Cik dan Bukit berlangsung secara Evolutif. Demikian juga dalam perkawinan campuran antara keduanya sering kali terjadi. Seiring dengan hal tersebut, maka akulturasi di bidang adat-istiadat dan kehidupan sosial ekonominya mempunyai pola yang sama pada masyarakat Gayo di Aceh Tengah, walaupun di sana-sini masih terdapat perbedaan.

Sumber Rujukan
Ical. 2009. Sejarah Gayo Lues. http://ical88.multiply.com/?&show_interstitial=1&u=
Lidahtinta. 2009. Keragaman dan Kekayaan Etnis Alas. http://lidahtinta.wordpress.com/2009/07/28/keragaman-dan-kekayaan-etnis-alas/
Rusdi Sufi dkk. 1998. Keanekaragaman Suku dan Budaya di Aceh. Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.
Zulfikar Arma. 2009. Struktur Pemerintahan Raja Gayo Lues Pra-Penjajahan Belanda.

Thursday, April 27, 2017

INEN MAYAK TRI 2

INEN MAYAK TRI 2
INEN MAYAK TRI 2
Perasaan Inen Mayak Tri dapat dimaklumi baru kawin ditinggal berlama-lama, aduh …Keinginan Inen Mayak Tri terkabul juga. Ada kawan Aman Mayak, pulang kampung ke Pining. Kepada kawan ini ditanyakan perihal Aman Mayak. Didapat kabar bahwa Aman Mayak telah gugur di Idi dan dikuburkan secara baik-baik. Mendengar kabar ini hati Inen Mayak Tri hancur, berhari-hari makan tak menentu, tidur tidak nyenyak, sukar diajak bicara.
Orang menduga Inen Mayak Tri sudah agak mereng, hampir kehilangan akal sehat. Setelah “nujuh” suaminya, Inen Mayak Tri memberanikan diri meminta izin kepada orang tua, mertua, dan jema opat, agar dia (Inen Mayak Tri) diizinkan bersabung nyawa ke Idi. Jema opat tidak mengizinkan dan dianjurkan agar berlatih perang di Pining saja sebab dapat diduga Belanda pasti datang ke daerah Pining. Inen Mayak Tri tidak berkecil hati dan secara sungguh-sungguh berlatih terus menggunakan senjata perang dengan satu tekad, ESA HILANG, DUA TERBILANG.
Pada penghujung tahun 1898, Inen Mayak Tri bergembira bukan kepalang, mengetahui bahwa Belanda akan datang ke daerah Pining. Benar Belanda datang di bawah pimpinan Kapten Colijn, mengejar T. Tapa. Pasukan Pining di bawah pimpinan Datok Pining Tue, dibantu oleh Inen Mayak Tri, menyambut pasukan Belanda di Tingkem. Begitu Belanda datang, pasukan Pining menyambut mereka, dari sore hingga tengah malam mereka bersabung nyawa, Inen Mayak Tri mengamuk sejadi-jadinya dan berhasil melukai serdadu Belanda, sungguhpun dia juga terluka. Malam itu juga pasukan Belanda mundur, dan pasukan Pining kembali ke Pining.
Enam tahun kemudian Belanda datang lagi tepatnya 12 Pebruari 1904, di bawah pimpinan Kapten C. LECHLEINER dari Kuala Simpang. Belanda disambut pasukan Pining lagi di Tingkem, Inen Mayak Tri sekali lagi bersabung nyawa dan kapten ini tertetak, kedua tangannya hampir putus dan malam itu juga dibawa kembali ke Kuala Simpang. Diyakini kapten ini ditetak oleh Inen Mayak Tri. Pasukan Pining ada yang kembali ke Pining dan ada juga yang masuk hutan. Inen Mayak Tri yang sempat luka-luka, dibawa ke dalam hutan, diobati dan beberapa tahun kemudian meninggal secara normal. Di mana kuburnya, hanya pasukan Pining yang tahu.
Disarikan dari karangan :
Kapten Herman Agerbeek Komandan Divisi I Marsose Blangkejeren, dalam kisah :
MEMORI AKHIR JABATAN TAHUN 1925
Oleh : Drs. H. M. SALIM WAHAB

Wednesday, April 26, 2017

INEN MAYAK TRI

INEN MAYAK TRI
INEN MAYAK TRI
Pada penghujung perang Belanda di Aceh, tahun 1890 an, Aceh bagian utara dan timur semakin bergejolak dengan seru. Belanda semakin menambah kekuatannya, dalam usaha mengejar srikandi Cut Meutia di Aceh bagian utara dan T. Tapa di Aceh bagian timur, tepatnya di Idi dan Peureula. Bahkan T. Tapa pernah merebut kota Idi dari tangan Belanda. Pada siang hari keadaan aman-aman saja, tetapi pada malam hari serangan tidak pernah berhenti. Keadaan tentara Belanda sama dengan seekor monyet yang diikat di tiang, kekuasaannya hanya sepanjang tali pengikat sekitar tiang ikatan.

 Akhirnya Belanda berkesimpulan, bahwa T. Tapa harus dikejar ke pedalaman, ke daerah Kejurun Abok dan sekitarnya. Operasi militer harus digencarkan dari arah Idi/Peureula, dan dari arah tamiang. Daerah kekuasaan T. Tapa harus dipersempit dan rakyat di sekitar Kekejuruan Abok harus diambil hatinya agar memihak Belanda atau diintimidasi.
Keadaan jadi terbalik. Kalau dulu yang menyerang pasukan T. Tapa dan Belanda bertahan, sekarang pasukan Belanda yang menyerang dan pasukan T. Tapa bertahan, atau berpindah-pindah tempat. Dalam keadaan seperti ini taktik Belanda agak berhasil. Banyak daerah, penduduknya memihak Belanda, memusuhi pasukan T. Tapa dan sebaliknya banyak pejuang yang meninggalkan kampungnya, bergabung dengan pasukan T. Tapa, bergerilya dari satu daerah ke daerah lain.
Dari sekian banyak pemuda yang bergabung dengan pasukan T. Tapa adalah seorang pemuda yang bernama Hasan. Hasan ini baru kawin dengan seorang pemudi yang bernama Tripah, yang di Gayo disingkat saja dengan pangilan Tri. Sesuai dengan adat Gayo, nama Hasan seolah-olah hilang berganti Aman Mayak, sedangkan Tripah menjadi Inen Mayak, untuk julukan orang yang baru kawin. Untuk membedakan dengan Inen Mayak yang lain, maka nama Inen Mayak Tripah jadi dipanggil singkat saja INEN MAYAK TRI. Pasangan yang baru kawin ini berasal dari Pining.
Mobilisasi tadi terjadi tahun 1898, di seluruh kampung dalam Kekejuruan Abok. Pemuda yang mendaftar, pada umumnya bersenang hati, dapat berperang dengan kafir, dan kalaupun mati, mati syahid namanya. Aman Mayak bergabung dengan pasukan Pining, dan dikirim latihan perang ala kadarnya ke Lukup. Dari Lukup baru dilatih perang di sekitar Peureula dan Idi.
Wajib militer tidak ditentukan batas waktunya. Bagi yang sudah berkeluarga diberi cuti pulang kampung setiap 6 bulan bila memungkinkan. Aturan ini diberitahu kepada famili di kampung sebelum berangkat. Demikianlah, setelah 6 bulan berlalu, AMAN MAYAK, belum juga pulang. Kabar tidak ada, pun setelah 12 bulan belum juga pulang, Inen Mayak Tri mulai was-was, jangan-jangan………………… kabar tidak ada kawan suami tidak ada yang pulang, mau ditanya kepada orang tua dan atau mertua malu

Monday, September 26, 2016

Lirik Lagu Perueren

Lirik Lagu Perueren

Penyanyi/Vocal: Sakdiah
Pencipta/Cipt : Zul Dewantara

Pora-pora naku ku bayangên i pêruêrên
(Pora-pora naku ku bayangên i pêruêrên)
Ku kôrô bêrmanat…..
Caweng gonok gampang cacak aku bêrmanat
Aku bêrmanat kêrna male ulak
Môrôm kô ku tômpôkên
Kê gaeh aku purên môrôm lagu kentes…..

Bêta-bêta manat pêmulô mujulê kôrô
(Bêta-bêta manat pêmulô mujulê kôrô)
Pêruêrên atas…..
Ganas kulê i uêr munêhên pêgêr
Munêhên pêgêr ênti bêlidê remes
Gêlah êkeng pêgêr i ikot
Ênti kase bêrsêmêt ôrôm kuêl bêrkekes…..

Bêbêru mampat bêrsubang
Bêbujang mampat bêrkêres
Ë têtuê mampat bêrawes
Bêbêru mampat bêrsubang
Bêbujang mampat bêrkêres
Ë têtuê mampat bêrawes

Asar-asar atas taer kô ulak kaôl ôrôm kucak
(Asar-asar atas taer kô ulak kaôl ôrôm kucak)
Ênti bêrulon pantas…..
Gêlah kini ku uêr sêlalu i sône mênggugu
I sône mênggugu dêrong bêrlapes
Kat lêlah si kucak mudê
Si kêrna kôrô tuê lêmêm kati êmes…..

Bêbêru mampat bêrsubang
Bêbujang mampat bêrkêres
Ë têtuê mampat bêrawes
Bêbêru mampat bêrsubang
Bêbujang mampat bêrkêres
Ë têtuê mampat bêrawes
Bêbêru mampat bêrsubang
Bêbujang mampat bêrkêres
Ë têtuê mampat bêrawes

Sunday, September 25, 2016

Sene i Ujung Kampung 3

Sene i Ujung Kampung
Lemu empu ni tanuk kude kekapilen
Modele si nantin gere sawah-sawah
Kadang lelawah peregang i pintu... hehehe
Musaut miyen suyen aku pemulen we I sesuk
dalih bersere ku kayu dodoh..
dalih berlongoh ku kayu mate.
Kiset dih kite bercempala uit
Silo o osah lang i jangkit
atang buruk ken tetinyelen...
Osop nangal buh ceras...
Sengkaran tereten tempat e
Gagayang I atas pejunte...
Ume salah ni koro muremak ni uer
Ari karna peger si nge rege...
Nangin Renye Nangin Tengah Ara Benyang, Nuang Renye Nuang Tengah Ara Kuyu
Kerna lang ni lo ngesawah bang waktu sijeroh ketike sibise, antara kite male muniro maaf si urum ampun kukulurege, rakan sebet dengan sudere.
Ringen ne gere male kulelayang, berat e gere male kutetatang
Ume ari jais urum bies, kerna alihku si kurang rantol, langkahku sikurang naru, kadang gere sempat kujurahan pumu muniro maaf kuseni ni ruesmu.
O... kuyu siberemus sawahan peri urum kesah alus, kadang ara ate singe metus, urum perasaan singe salah urus.
KUTIRO MA'AF KUKULUREGE, RAKAN SEBET SERTA SUDERE URUM ATE SITULUS
sunguh pedih sikerna ujudte besipeb bahru ntalu ke salah sepak renalab ke salah gerdak nosah ke salah sintak ku kaum biak ni ama ku kulerge ni ine lebih urum kurang ku tatangan jejari ku si sepuluh sebelas urum kepala satu

Ko ume ulama, akupeh ume tengku. Ike pemetihen orok saka, dalih kite kaji sawah ku uku
Mubilang mulangkah-langkah, besorah gere beganti. Beminsel cerak berakah, nge beperngah pintu numah gibekunci

Thursday, April 18, 2013

Sene i Ujung ni Kampung II, ari jamur ton besene

Sene i Ujung ni Kampung II, ari jamur ton besene
i jamur ton santai kite becerak, nengon kurupemu olokdih cacak, rasa nate unangsi suke, lang ku entong kao urum amak
kuyu si berdeso sawah ko peh salam qu

Poteh2 bunge nisange..
potehen ilen bunge nipelu...
aq in sebujang gilen pane.....
iejer kampe doa perindu....

ada kain buang kan bju si karna bju kancing nya pecah ada lain tinggal kan aq si karna aq org susah

Ada kain pake mien baju, kati mutamh jer0h rupeme, ike gre male pisah rum ruesmu, ari knah nateku g kupanang muripmu..

angkut-angkut trbang ku langit swah ku langit menjual kain,
Bier mulongkop bumi rum langi gere q knal benen si laen,

aku gak mau sepiring pulut tp ku mau spiring gutel...aku gk mau cinta di mulut tpi ku mau cinta di pedel...

gisadar we nge tue lelang..
Isuen lede 0pat batang..
Agak e male kaya usang d00r slingkuh bluh dediang.

wooo payooong, male kukemmang.....
Kati nguk sidang bang uren si bade....

Iwas ni jamur ni ara kedie kemenyan ke, kadang nguk bang sarangan uren si sire nii....

Aq gere neh sangup mununung ulah mu urum lemut ko giremang urum gersang ko ginerime
Ungeren gelap ko gimera terang aku suntuk mangani ate

nge lagu lasun si mu pepangsa...
kune die lahu win kune die beta kire ike aku


salah tergem kume relem salah kincel ku arul sirata.......takune keta.....?
Nge salah RANGKAM woy.

pucuk ni uyem pemulen teridah .
Sentan sawah ku tanoh gayo .
Supu ni umah mubayang i mata .
i geniring dene si ngetelas bunge si kemang .
dele manuk teridah atas ni patal ni ume.
Karna si using ni rom.
Aih si jernih awonen si betalu talu.
Tumpit urum mne tengah niri iwas arul jernih .
Nge bese teridah lelayang imus imus i kuyu atas ni langit .
Sejuk ni kuyu iatas ni pematang .
Waktu kite teduh i tuyuh ni kayu .

Nge becerak nabi muhammad munosah manat ku kite umet kerna manusie bermacam2 deleni regem mu tingket2 ara si cerdik si berakal naru ara si dungu berakal singket ara si kin rakyat si tunung reje ara si kin reje simunemah uwet,ara si kaya si muharta dele ara simiskin pe bermacam drejet kuatas pemimpin urum ulama nabi mustafa munosah inget,sengkiren we berlaku jujur rakyat makmur tamah muniongket,sengkiren we mu pasik koropsi harapan mujadi rakyat pe munilet.
man gi lulus, nome gi mis, dediang gi lale, ongot gi jenta....
jema ngkune ken ni, gere bang male mate len

Tuesday, April 16, 2013

Sene I ujung Kampung

Sene I ujung Kampung, I kutip ari jamur ton besene
nume salahni perahu munaringen galah..
Nume salahni jema tue muripte susah...
Ikhtier rum d0a tiwe kire lemah...
Kutuhen sisarawe kite berserah..
Bepong urum sipane akal e nguk kentunungen
Nge roa minggu sebet te gere be keber
Nge roa minggu we ari tecane beluh ku biren
Gak te hana die langkah rum kejadin
rupen ne Pelabuhan Ate e ara ione
SELAMAT BERBAHAGIA SEBET NI KAMI
Kene Pake ni JEMA OPAT....ara
Inget,, Atur,, Resam,, Peraturan...
kenak nate nome...kenak mata jege...
Manusie singe jep sag!
Merah rejeki ken kero kemul.
Halal haram gelah i teliti,kotek blang! Enti murakul.
Oya mera amburradul. . .
Wey ara ke Lepas akang rangas lewat jamur ni ?
Greke nos kolak peggele kite pake. .
KUREN URUM SENUK MUKERTUK OYA BIESE
Ge nutu,kenak e nutu,tan nutu sawah kusim me,,,
hahaha.
wooo payooong, male kukemmang.....
Kati nguk sidang bang uren si bade....
Iwas ni jamur ni ara kedie kemenyan ke, kadang nguk bang sarangan uren si sire nii....
nume salahni perahu munaringen galah..
Nume salahni jema tue muripte susah...
Ikhtier rum d0a tiwe kire lemah...
Kutuhen sisarawe kite berserah...

Ama ineku,,
Hejeb nyanya nge ken ules nome te,
crak miring ari jma nge ken kero te, masalah wan ni murip nge ken aih inum te,
Bier peh bse giara pnyesalan mulintas wan nateme, bierpeh payah kejang me gilen tebeles kami,doa we terucep I was ni sujud ku, gelah tuhen sisara mera mu bantu, enti mi ara masalah si buntu,
semoga kami anakmu nguk ken penyejuk penenang iwas ni karu nate mu,
I wan sisara kelam ni,aku muniro maaf, sengkiren anakmu gati mu nos salah,
nume kami gere sayang, nume kami gere gemasih,tapi ara mungkin rencana ni tuhen si munosah hikmah si lebih...

Sunday, January 27, 2013

Makanan Tradisional

Gutel
Gutel adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung beras, gula merah dan kelapa yang di adon lalu di balut sedikit demi sedikit dengan daun pandan kemudian di  masak.

Lepat
Lepat terbuat dari tepung beras, gula merah, manisen (gula tebu) dan kelapa akan tetapi tidak dicampur seluruh bahan-bahannya. Kelapa di buat menjadi usok (inti), campuran gula merah dan kelapa parut. Tepung beras dan Manisen, dibuat adonan lalu usok (inti) kelapa dimasukkan dalam adonan lalu dibungkus daun pisang di kukus hingga matang.

Thursday, December 13, 2012

Didong Gayo Lues

Didong Gayo Lues

Didong Gayo Lues dapat dibagi tiga macam; yaitu, Didong Alo (Didong penyambutan tamu), yaitu: Didong dipersembahkan untuk menyambut tamu. Pemain Didong Alo berjumlah lebih kurang 10 orang dari pihak tuan rumah dan 10 orang dari pihak tamu. Didong Alo dipersembahkan sambil berlari arah ke kiri atau ke kanan. Didong Alo berisi tentang ucapan selamat datang dan ucapan terima kasih atas kehadiran tamu. Begitu juga dari pihak tamu mengucapkan terima kasih atas undangan dan sudah selamat diperjalanan sampai dapat selamat sampai ke tempat tuan rumah.

Didong Jalu (Didong Laga), yaitu Didong dipersembahkan pada malam hari oleh dua orang Guru Didong yang diundang dari dua kampung yang berbeda. Setiap Guru Didong didampingi oleh pengiring yang berjumlah 10 sampai 20 orang. Pengiring berfungsi untuk mendukung persembahan. Pada bagian tertentu (adini Didong) cerita Didong disambut oleh pengiring sambil bertepuk tangan serta menggerakkan badan ke muka dan ke belakang atau ke kiri dan ke kanan.

Didong Niet (Didong Niat) selalu dipersembahkan berdasarkan Niet seseorang. Misalnya Niet seseorang yang ingin mempunyai keturunan atau berkeinginan punya anak laki-laki atau perempuan. Jika keinginan ini dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa, maka Didong Niet ini pun dipersembahkan. Didong Niet ini mengkisahkan tentang anak yang diniatkan. Cerita dimulai dari awal pertemuan kedua orang tuanya. Kemudian pertemuan itu direstui serta dilanjutkan kepada jenjang peminangan dan pernikahan. Seterusnya cerita mengenai perkembangan bayi di dalam kandungan dan sampai bayi lahir ke dunia. Setelah itu cerita diteruskan ke pesta ayunan (turun mani) pemberian nama dihubungkan dengan hari kelahiran, agama (agama Islam), dan nama-nama keluarga seperti nama orang tua, kakek, nenek, dan lain-lain.

Cerita Didong yang menjadi objek penelitian ini adalah cerita Didong Jalu yang dipersembahkan oleh Guru Didong Ramli Penggalangan dan Idris Cike di Medan pada tanggal 11 dan 12 Desember 2004. Persembahan dimulai pukul 21.45 dan berakhir pada pukul 04.30 WIB.